Pasukan Tentara Papua yang dipersiapkan oleh Belanda untuk Papua Menjadi Negera Sendiri |
Papua, Kali ini kita terus Belajar sejara
Papua dan Akar Permasalahan status Papua sampai saat ini belum tuntas.
Mari kita
Mulai, Penemuan Pulau Papua dan Pemberian Nama pada, abad ke 14 pedagang China
menamai pulau Papua dengan nama TUNG-KI atau JANGGI diperkenalkan oleh Pedagang
China kepada Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, Indonesia.
Kemudian pada
tahun 1365, Raja Majapahit membangun jalur-jalur perdagangan dan dapat
memberikan dua bagian wilayah orang Papua yaitu, ONIN dan SERAN dengan maksud
untuk mudah control dari Jawa. Disamping itu kerajaan Islam pertama didirikan
di WAIGAMA Kepulauan Misol pada tahun 1350, sebagai jalur perdagangan dengan
Arab.
Padas tahun 1511 Papua telah dikunjungi oleh Antonio ‘d Abreu, dan menamai
pulau Papua dengan nama ‘Ilha de Papoia’. Kemudian diikuti oleh Radriguez dalam
tahun 1517.
Pada tahun 1521 Antonio Pigafetta seorang pemenang navigator laut dalam
perjalanan jauh dapat nformasi bahwa ada Raja yang namanya RAJA PAPUA, yang
sangat berkasa serta kaya dengan emas dan hidup di dalam Pulau itu.
Pada tanggal
20 Juni di tahun 1545 pulau Papua di kunjungi oleh ”Ynigo Ordize de orng
Spanyol datang mencari rempah-rempah, dari ternate menuju Meksiko
melalui jalur Pasific dan singgah di Muarah sungai Mamberamo dan menamainya
dengan nama Nova Guinea. Nama ini berdasarkan hasil temuan Ynigo, atas
ciri-ciri fisik dan rumpun bangsa Papua yang ada kesamaannya dengan orang-orang
di Guinea, benua Africa. Resource: Encylopaedie van Nederlandsch Indie
Kemudian
setelah Belanda mulai menguasai Papua dari tahun 1908, nama Papua diplot lagi
menjadi West Nederlands New Guinea di bagian Barat (dibawah kekuasaan
Belanda) dan Papua New Guinea di bagian Timur dibawah kekuasaan Inggris.
pada tanggal 24 Agustus 1828, Pemerintah Belanda telah memproklamasikan bahwa
Papua adalah teritorial colony-nya, dan mulai membangun pos perdagangan di
Manokwari. Nama pos tersebut adalah ” Fort du Bus”.
Kehadiran Belanda di Papua Barat
Setelah
Pelayanan Missionaris Jerman (Ottow dan Geissler), Belanda telah membagun
perluasan pos-pos perdagangan di Papua. Dengan demikian Belanda benar-benar
menguasai bagian Barat pulau New Guinea.
Dalam tahun
1898 Parlemen Belanda membagi Papua Barat, yang mana merupakan dibawah control
Garesidenan Maluku kedalam dua bagian distrik dengan menamainya menjadi New
Guinea Utara (North Coast) dan New Guinea Selatan (West & South Coast).
Pos
perdagangan yang telah dibuka di Manokwari dalam tahun 1894 dapat dirobah
menjadi pos Pemerintahan dalam tahun 1901 untuk afdeling New Guinea Utara, pos
lainya di Fakfak untuk Updeling New Guinea Selatan.
Dalam tahun
1902, New Guinea Selatan di bagi lagi menjadi dua bagian yaitu, Updeling New
Guinea Barat (Fakfak) dan Updeling New Guinea Selatan (Merauke). Karena Belanda
membagi Papua Barat sedemikian, maka Hak Tidore menuntut pembayaran kompensasi
kepada Sultan Tidore senilai f 6.000.
Dalam tahun
1903, Pemerintah Kerajaan Belanda telah mulai melakukan kolonisasi di wilayah
Papua Barat. Pertama, melalui pengiriman orang-orang Jawa ke Merauke untuk
menetap disana.
Dalam tahun
1904, Pemerintah Hindia Belanda telah melakukan kontak hubungan teritorial
dengan penelitian di Papua Barat dan menyimpulkan bahwa hubungan antara Sultan
Tidore dan Papua Barat merupakan sebatas teoritikal
Mengikuti
isu Partai Komunis Indonesia di Jawa dan Sumatra dalam tahun 1926/1927,
Pemerintah Hindia Belanda dari komplitkasi 1.308 dengan 823 keluarga telah di
penjarakan dan telah dikirim oleh Gubernur de Groeff ke Camp, Penjara Digoel di
Tanah Merah dekat Merauke.
Pada tanggal
28 October tahun 1928, di Batavia Organisasi Pemuda Indonesia telah dapat
melakukan sebua ikrat yang disebut ”Sumpah Pemuda Indonesia”
Dalam Sumpah
Pemuda Indonesia ini, yang termasuk Indonesia adalah: Jong Java, Jong Sumatra,
Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain pulaunya. Papua tidak termasuk dalam Sumpah
Pemuda Indonesia, maka secara otomatis Papua tersendiri dari Indonesia atau
bukan Indonesia. Fakta ini membuktikan bahwa orang Papua tidak memiliki
hubungan sama sekali dengan orang Indonesia.
Dalam tahun
1931, Belanda mulai melakukan explorasi Minyak di Papua Barat yang sama,
dalam laporannya oleh wakil Kerajaan Belanda untuk Maluku ditujukkan kepada
Pemerintah di Batavia bahwa orang-orang pribumi Papua Barat bukan bagian dari
TIDORE, dan berkonfirmasi kepada wakil Kerajaan Belanda di Maluku bahwa haya
Raja Ampat, Onim dan Kaimana, klaim Tidore atas Papua Barat tidak terbukti.
Dalam tahun
1935, Pemerintah Jepang mulai melakukan aktivitas Intelejen pada pra Perang
Dunia ke II di Papua Barat, melalui agen perusahaan komersial. Nama Perusahaan
dimaksud adalah ” Nanyo Kahatsu Kabushiki Koisha” di Manokwari.
Pada tanggal
09 Maret 1942, Papua Barat telah di invasi dan pala Tentara Jepang memulai
melakuka Perang Dunia II di territorial ini. Jepang telah melakuka pendudukan
selama dua tahun di Papua Barat.
Pada tanggal
30 July 1944, tentara sekutu Komando Gen. MacArthur menyerang pala
tentara jepang dengan penuh kekuatan di Sausapor, Werur, Amsterdam dan Pulau
Middleburg dan sekaligus mengakhiri pendudukan Jepang di Papua Barat
– Dalam Konferensi Internasional di San Fransisko pada tanggal 25 April 1945,
yang di hadiri 200 delegasi dari 50 Negara telah membuat pernyataan dan melengkapi
Badan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Disana telah memberikan kewenangan
khusus kepada lima Negara Anggota PBB, sebagai pemekang Hak Veto. Negara-Negara
yang dimaksud adalah: Amerika Serikat, Kerajaan Inggris, Russia, Francis dan
China.
§
Pada tanggal
26 Juni 1945, Presiden Truman membuat pembicaraan tertutup di San Fransisko,
dan mengirim hasil pernyataan yang telah ditetapkan pada tanggal 25 April 1945
di atas kepada Senat Amerika Serikat sekali.
Pada tanggal 28 Juli 1945, Senat Amerika telah dapat meratifikasi
pernyataan dengan 89 suara. Satu pemahaman bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa
membagun dasar hubungan persahabatan antar Bangsa-Bangsa dengan respek untuk
prinsip yang mendasar atas Hak-Hak yang sama dan Penentuan Nasib Sendiri, terlebih
khusus kondisi Negara dalam article 73 (a) and (b) pada pernyataan ini.
§
Bagian ini
adalah menjadi landasan Hukum Positif bagi perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia
di muka bumi, yang mana merupakan tanggung jawab Individu serta lembaga-lembaga
swasta dan terutama Pemerintah dalam Negara.
§
Berhubungan
dengan article 73 (a) dan (b) dalam Konferensi tanggal 25 April 1945, Majelis
Umum PBB memita kepada Negara-Negara agar segera keluar dari teritorial
Colonial dalam tahun 1946. Permintaan Majelis Umum PBB ini terutama kepada 8
Negara anggota PBB seperti, ” (Australia, Belgium, Denmark, The Netherlands,
New Zealand, UK and the USA)” untuk menjadi Hakim dan contoh bagi Negara-Negara
Colonial lain. (72) daerah jajahan harus keluar dari penjajahan dan
diberikan kemerdekaan penuh, sesuai Deklarasi PBB atas wilayah-wilayah tak
berpemerintahan, termasuk Papua Barat, yang mana masih dalam de-colonisasi. Hal
ini atas hasil, adopsi resolusi 66 (1) Majelis Umum PBB (UNGA) tertanggal
14 Desember 1946 berdasarkan daftar de-colonisasi PBB.
§
Berdasarkan
resolusi Majelis Umum PBB di atas, maka Pemerintah Belanda telah dapat
melaksanakan persiapan Negara Papua. Hal ini telah dapat terbukti dari upacara
perdana, bersama antara Pemerintah Belanda dan wakil-wakil bangsa Papua yang berdomisili
di bagian Barat pulau New Guinea pada tanggal 1 Desember 1961.
§
Berdasarkan
Resolusi A/RES/1514 (XV) Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal
14 December 1960 Pemerintah Belanda berkewajiban dan bertanggung jawab
atas Hak Menetukan Nasib Sendiri bagi Bangsa Papua yang berdomisili di bagian
Barat pulau New Guinea. Dalam hal ini, Belanda berniat baik untuk memberikan
Kemerdekaan penuh bagi Bangsa Papua, di bagian Barat Pulau New Guinea, namun
niat baik Pemerintah Belanda ini telah digagalkan oleh kepentingan imperalisme
Amerika dan kolonial Indonesia.
§
Majelis Umum
PBB mempertegaskan kepada Negara-Negara Anggota PBB, agar wajib melaksanakan
semua keputusan dan penetapan melalui Deklrasi-Deklarasi atau pun
Kovenan-Kovenan Internasional serta Konvensi-Konvensi Internasional;
§
Hal ini
termasuk Hak Menentukan Nasib Sendiri, sebagaimana dapat di jelaskan sesuai
resolusi 1514 (XV) Majelis Umum PBB tentang De-Colonisasi, juga telah
ditetapkan pada Kovenan Internasional atas Hak-Hak Sivil dan Politik dalam
Article 1 Paragraph 1, 2, dan Paragraph 3, yang telah disetujui bersama dalam
Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 16 Desember 1966;
§
Semua Dasar
Hukum bagi bangsa Papua di bagian Barat Pulau New Guinea mempunyai Hak untuk
Menentukan Nasib Sendiri. Hak ini belum terlaksan sesuai mekanisme PBB dalam
penjelesaian Konflik atau wilayah Jajahan tanpa berpemrintahan, maka Hak
Menentukan Nasib sendiri bagi Rakyat Bangsa Papua masih dan akan berlaku.
Persiapan
Kemerdekaan Papua Barat
Hak
Menentukan Nasib sendiri bagi wilayah-wilayah tak berpemerintahan, sesuai
deklarasi-deklarasi serta perjanjian Internasional dan sesuai Resolusi 1514
(XV) Majelis Umum PBB.
Belanda
telah mempersiapkan dengan matang atas berdirinya sebuah Negara, Bagaimana cara
Papua Barat dipersiapkan untuk menjadi sebuah Negara, oleh Pemerintah
Belanda?
Pertama,
pembentukan Komite Nasional, Bendera dan Lagu Kebangsaan. Pada tanggal 26
September 1961, Menteri Luar Negeri Belanda (Luns) berpidato di PBB bahwa
Internasionalisasi Papua Belanda harus cepat. Pada tanggal 19 Octobert 1961,
sejumlah Tokoh Papua mengadakan pertemuan. Agenda utama adalah pembentukan
Dewan Papua (New Guinea Raad) tahun 1961. Pada tanggal 5 April 1961, Pembukaan
Dewan Papua dilakukan oleh Menteri Toxopeus yang di damping oleh Bot.
Kedua,
perdebatan telah mulai di dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dalam Sidang Majelis Umum PBB di tahun 1960, Soebandrio datang dengan catatan
menyindir tentang lemari Negara Boneka Papua. Hal itu tidak di terima dengan
baik oleh orang-orang Papua.
Ketiga, Pada
tanggal 21 Octobert 1961, Rapat pertama. Agenda utama dalam rapat ini adalah
Pemilihan dan penetapan Lambang-Lambang, yang akan harus menunjukkan jati diri
Negara dan bangsa Papua Belanda.
Ketika Papua
Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah itu antara
Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara
merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang
terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (Bestuurschool)
di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949
mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.
Selanjutnya
atas desakan para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik, maka
pemerintah Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Beberapa
tokoh-tokoh terdidik yang masuk dalam Dewan ini adalah M.W. Kaisiepo dan Mofu
(Kepulauan Chouten/Teluk Cenderawasih), Nicolaus Youwe (Hollandia), P. Torey
(Ransiki/Manokwari), A.K. Gebze (Merauke), M.B. Ramandey (Waropen), A.S. Onim
(Teminabuan), N. Tanggahma (Fakfak), F. Poana (Mimika), Abdullah Arfan (Raja
Ampat). Kemudian wakil-wakil dari keturunan Indo-Belanda adalah O de Rijke
(mewakili Hollandia) dan H.F.W. Gosewisch (mewakili Manokwari isinya:
MANIVESTO
POLITIK PAPUA BARAT
1. Menetukan nama Negara : Papua Barat
2. Menentukan lagu kebangsaan : Hai Tanahku
Papua
3. Menentukan bendera Negara : Bintang Kejora
4. Menentukan bahwa bendera Bintang Kejora akan
dikibarkan pada 1 November 1961.
5. Lambang
Negara Papua Barat adalah Burung Mambruk dengan semboyan “One People One Soul”.
Rencana
pengibaran bendera Bintang Kejora tanggal 1 November 1961 tidak jadi
dilaksanakan karena belum mendapat persetujuan dari Pemerintah Belanda. Tetapi
setelah persetujuan dari Komite Nasional, maka Bendera Bintang Kejora
dikibarkan pada 1 Desember 1961 di Hollandia, sekaligus “Deklarasi manivesto
Politik Papua Barat”. Bendera Bintang Fajar dikibarkan di samping bendera
Belanda, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan setelah lagu
kebangsaan Belanda. Deklarasi Manivesto Papua Barat ini disiarkan oleh Radio
Belanda dan Australia.
Hubungan Sejarah Indonesia dan Papua Barat
pencaplokan
Papua Barat oleh Indonesia sebagai bagian dari wilayah negaranya didasarkan
atas alasan sejarah. Dalam rangka untuk menggali hubungan sejarah antara
Indonesia dan Papua Barat, maka beberapa hal perlu dikemukakan. Pertama,
sejarah hidup Indonesia dan Papua Barat. Kedua, sejarah perjuangan Indonesia
dan Papua Barat dalam mengusir penjajah. Ketiga, alasan pencaplokan Papua Barat
oleh Indonesia.
Sejarah
Hidup Indonesia dan Papua Barat
Dalam
sejarah hidup, rakyat Papua Barat telah menunjukkan bahwa mereka mampu untuk
mengatur hidupnya sendiri. Hal itu terlihat dari kepemimpinan setiap suku, yang
telah mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh
kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala suku
dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala suku
diangkat secara turun-temurun. Hingga kini masih terdapat tatanan pemerintahan
tradisional di beberapa daerah, sebagai contoh: seorang Ondofolo masih memiliki
kekuasaan tertentu di daerah Sentani dan Ondoafi masih disegani oleh masyarakat
sekitar Yotefa di Numbay.
Selain
kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri (tidak dipengaruhi oleh pihak asing),
juga sangat nyata di depan mata bahwa antara Papua Barat dan Indonesia
mempunyai perbedaan yang sangat jauh. Bangsa Papua adalah ras Negroid sedangkan
bangsa Indonesia pada umumnya adalah ras Mongoloid.
Dengan
perbedaan ras ini menimbulkan perbedaan yang lainnya, entah perbedaan fisik
maupun mental, dan kedua bangsa ini sama sekali tidak pernah mempunyai hubungan
apapun dalam sejarah kehidupan di masa silam. Masing-masing hidup sebagai
bangsanya sendiri dengan karakteristiknya yang berlainan pula. Sehingga
tindakan pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia ini dianggap tindakan
menjajah.
Dalam
kehidupan sehariannya, moyang kami tidak pernah melihat asap api kebun
Indonesia apabila mereka berkebun. Moyang kami tidak pernah bercerita kepada
kami bahwa kami punya dendam perang dengan keturunan Soekarno dan soeharto dan
moyang bangsa Indonesia. Kami bangsa Papua tahu dan sadar akan diri kami bahwa
kami berbeda dengan bangsa Indonesia. …Bangsa Papua termasuk ras Negroid
mendiami kepulauan Melanesia di Pasifik selatan, karena bangsa Papua
berbeda dengan bangsa Indonesia lainnya.
Dari
gambaran di atas, sangatlah jelas, bahwa antara Indonesia dan Papua Barat sama
sekali tidak mempunyai hubungan sejarah hidup yang sama yang bisa menyatukan
kedua bangsa dalam satu negara yang bernama Indonesia.
Hubungan
Sejarah Perjuangan Indonesia dan Papua Barat
Indonesia
(Sabang sampai Amboina) dijajah oleh Belanda selama 350 tahun, sedangkan Papua
Barat (Nederland Nieuw-Guinea) dijajah oleh Belanda selama 64 tahun. Walaupun
Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan Belanda, namun
administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah. Indonesia dijajah
oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan dari Batavia (sekarang
Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah menjalankan penjajahan Belanda
atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai Amboina.
Kekuasaan
Belanda di Papua Barat dikendalikan dari Hollandia (sekarang Port Numbay),
dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan Raja Ampat sampai Merauke.
Tahun 1908
Indonesia masuk dalam tahap Kebangkitan Nasional (perjuangan otak) yang
ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi perjuangan. Dalam babak
perjuangan baru ini banyak organisasi politik-ekonomi yang berdiri di
Indonesia, misalnya Boedi Utomo (20 Mei 1908), Serikat Islam (1911), Indische
Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1913), Perhimpunan Indonesia (1908),
Studie Club (1924) dan lainnya. Dalam babakan perjuangan ini, terutama dalam
berdirinya organisasi-organisasi perjuangan ini, rakyat Papua Barat sama sekali
tidak terlibat atau dilibatkan. Hal ini dikarenakan musuh yang dihadapi
waktu itu, yaitu Belanda adalah musuh bangsa Indonesia sendiri, bukan musuh
bersama dengan bangsa Papua Barat. Rakyat Papua Barat berasumsi bahwa mereka
sama sekali tidak mempunyai musuh yang bersama dengan rakyat Indonesia, karena
Belanda adalah musuhnya masing-masing.
Rakyat Papua
Barat juga tidak mengambil bagian dalam Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28
Oktober 1928. Dalam Sumpah Pemuda ini banyak pemuda di seluruh Indonesia
seperti Jong Sumatra Bond, Jong Java, Jong Celebes, Jong Amboina, dan lainnya
hadir untuk menyatakan kebulatan tekad sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan
satu tanah air. Tetapi tidak pernah satu pemuda dari Papua Barat yang
hadir dalam Sumpah Pemuda tersebut. Karena itu, rakyat Papua Barat tidak pernah
mengakui satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air yang namanya “Indonesia”
itu.
Dalam
perjuangan mendekati saat-saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak ada
orang Papua Barat yang terlibat atau menyatakan sikap untuk mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Tentang tidak ada
sangkut-pautnya Papua Barat dalam kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh
Mohammad Hatta dalam pertemuan antara wakil-wakil Indonesia dan penguasa perang
Jepang di Saigon Vietnam, tanggal 12Agustus 1945. Saat itu Mohammad Hatta menegaskan
bahwa “…bangsa Papua adalah ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah
bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri…”. Sementara Soekarno mengemukakan
bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal yang sama pernah dikemukakan Hatta dalam
salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945.
Ketika Indonesia diproklamasikan, daerah Indonesia yang masuk dalam proklamasi
tersebut adalah Indonesia yang masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda, yaitu “Dari
Sabang Sampai Amboina”, tidak termasuk kekuasaan Nederland Nieuw-Guinea (Papua
Barat.
Tanggal 19
Agustus 1945 (dua hari setelah kemerdekaan Indonesia) Indonesia dibagi dalam
delapan buah Propinsi. Salah satu Propinsinya adalah Maluku. Banyak kalangan
berasumsi bahwa wilayah Papua Barat masuk dalam wilayah Propinsi Maluku. pada
tanggal 14 Desember 1953 Soekarno menugaskan orang mengadakan penelitian
mengenai daerah Indonesia yang bisa dijadikan sebagai jembatan untuk merebut
Irian Barat dari tangan Belanda. Dari hasil penelitian itu, ternyata pilihan
jatuh pada wilayah Maluku Utara. Maka dengan lahirnya UU No. 15 Tahun 1956
tentang pembentukan Propinsi Irian Barat, Soasiu ditetapkan sebagai ibukota
Propinsi Irian Barat dengan Gubernur Zainal Abidin Syah (Sultan Tidore) yang
dikukuhkan pada 17 Agustus 1956 bersamaan dengan Peresmian Propinsi Irian Barat
Perjuangan.
Setelah
peresmian Propinsi Irian Barat perjuangan, Papua Barat tetap menjadi daerah
sengketa antara Indonesia dan Belanda. Beberapa persitiwa politik dalam
memperebutkan Papua Barat oleh kedua bela pihak adalah:
a. Sebelum
penandatangan Perjanjian Lingggarjati pemerintah Belanda pernah menyatakan agar
Papua Barat dapat menerima status sendiri terhadap Kerajaan Belanda dan Negara
Indonesia Serikat menurut jiwa pasal 3 dan 4 Perjanjian tersebut. Jadi di sini
Belanda mengadakan pengecualian bagi Papua Barat agar kedudukan hukum wilayah
tersebut tidak ditentukan oleh Perjanjian Linggarjati.
b. Dalam
Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag Belanda tanggal 23
Agustus-2 November 1945 disepakati bahwa mengenai status quo wilayah Nieuw
Guinea tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah
tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, masalah
kedudukan-kenegaraan Papua Barat akan diselesaikan dengan jalan perundingan
antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda. Tetapi dalam
kesempatan yang sama pula status Papua Barat (Nederland Niew Guinea) secara
eksplesit dinyatakan oleh Mohammad Hatta, Ketua Delegasi Indonesia, bahwa
“…masalah Irian Barat tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak
menjadi bangsa yang merdeka.”
c. Dalam
konferensi para menteri antara Belanda dan Indonesia yang dilaksanakan di
Jakarta pada tanggal 25 Maret-1 April dibentuk sebuah panitia gabungan dengan
surat Keputusan Para Menteri Uni Indonesia-Nederland No. MCI/C II/1/G.T.
Berdasarkan keputusan tersebut, masing-masing pihak mengangkat tiga orang
anggota sebelum tanggal 15 April 1950 dengan tugas untuk menyelidiki status
Papua Barat secara ilmiah untuk menentukan apakah layak masuk dalam kekuasaan
Indonesia atau Nederland. Akhirnya, berdasarkan hasil penyedikan masing-masing
pihak tidak ada pihak yang mengalah, sehingga wilayah Papua Barat masih
dipertahankan oleh Belanda. Selanjutnya disepakati bahwa penyelesaikan masalah
Papua Barat akan diselesaikan kemudian oleh United Nations Commission for
Indonesia tanpa batas waktu yang ditentukan.
d. Karena
dirasa wilayah Papua Barat dikuasai oleh Belanda, maka sejak tahun 1953 pihak
Indonesia membawa masalah Papua Barat ke forum internasional seperti
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Konferensi Asia Afrika.
Setelah
semua perjuangan masing-masing pihak mengalami jalan buntu, maka selanjutnya
wilayah Papua Barat menjadi daerah sengketa yang diperebutkan oleh Belanda dan
Indonesia. Indonesia dan Belanda sama-sama mempunyai ambisi politik yang besar
dalam merebut Papua Barat.
Alasan Pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia
Walaupun
Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat, tetapi kemerdekaan itu hanya berumur 19 hari, karena tanggal 19
Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di Alun-alun
Utara Yogyakarta yang isinya:
1. Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan
Belanda Kolonial
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat
Tanah Air Indonesia
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna
mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar
Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1
Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral
Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut
wilayah itu dari tangan Belanda.
Mengapa
Soekarno sangat “keras kepala” dalam merebut wilayah Papua Barat untuk
memasukannya ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia? Soekarno
mempunyai empat alasan utama dalam pencaplokan Papua Barat ke wilayah
Indonesia.
Klaim atas Kekuasaan Majapahit
Kerajaan
Majapahit (1293-1520) lahir di Jawa Timur dan memperoleh kejayaannya di bawah
raja Hayam Wuruk Rajasanagara (1350-1389). Ensiklopedi-ensiklopedi di negeri
Belanda memuat ringkasan sejarah Majapahit, bahwa “batas kerajaan Majapahit
pada jaman Gajah Mada mencakup sebagian besar daerah Indonesia”. Sejarawan
Indonesia mengklaim bahwa batas wilayah Majapahit terbentang dari Madagaskar
hingga ke pulau Pas (Chili).
Hingga saat
ini belum ditemukan bukti-bukti sejarah berupa ceritera tertulis maupun lisan
atau benda-benda sejarah lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan
ilmiah untuk membuat suatu analisa dengan definisi yang tepat bahwa Papua Barat
pernah merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit. Mengklaim Papua Barat sebagai
bagian dari kerajaan Majapahit tentunya sangat meragukan, karena Soekarno tidak
memenuhi prinsip-prinsip membuat analisa dan definisi sejarah yang tepat,
khususnya sejarah tertulis.
Berkaitan
dengan kekuasaan wilayah kerajaan Majapahit di Indonesia, secara jelas
dijelaskan panjang lebar oleh Prof. Dr. Slamet Muljana, bahwa kekuasaan
kerajaan Majapahit, dalam Nagarakretagama pupuh 13 dan 14 disebutkan bahwa
kerajaan Majapahit mempunyai wilayah yang luas sekali, baik di kepulauan
Nusantara maupun di semenanjung Melayu. Pulau-pulau di sebelah timur pulau Jawa
yang paling jauh tersebut dalam pupuh 14/15 ialah deretan pulau Ambon dan
Maluku, Seram dan Timor; semenajung Melayu disebut nama-nama Langkasuka,
Kelantan, Tringgano, Paka, Muara Dingin, Tumasik, Klang, Kedah, Jerai.
Demikianlah, wilayah kerajaan Majapahit pada zaman Hayam Wuruk menurut Nagarakretagama
meluputi wilayah yang lebih luas dari pada Negara Republik Indonesia sekarang.
Hanya Irian yang tidak tersebut sebagai batas yang terjauh di sebelah timur.
Boleh dikatakan bahwa batas sebelah timur kerajaan Majapahit ialah kepulauan
Maluku. Ini berarti Papua Barat tidak masuk dalam kekuasaan kerajaan
Majapahit. Karena itu sudah jelas bahwa Soekarno telah memanipulasikan sejarah.
Klaim atas Kekuasaan Tidore
Di dalam
suatu pernyataan yang di lakukan antara sultan Tidore dengan VOC pada tahun
1660, secara sepihak sultan Tidore mengklaim bahwa kepulauan Papua atau
pulau-pulau yang termasuk di dalamnya merupakan daerah kesultanan Tidore.
Soekarno
mengklaim bahwa kesultanan Tidore merupakan “Indonesia Bagian Timur”, maka
Papua Barat merupakan bagian daripadanya. Di samping itu, Soekarno mengklaim
bahwa raja-raja di kepulauan Raja Ampat di daerah kepala burung, Papua Barat,
pernah mengadakan hubungan dengan sultan Tidore.
Apakah kedua
klaim dari sultan Tidore dan Soekarno dapat dibuktikan secara ilmiah? Gubernur
kepulauan Banda, Keyts melaporkan pada tahun 1678 bahwa dia tidak menemukan
bukti adanya kekuasaan Tidore di Papua Barat. Pada tahun 1679 Keyts menulis
lagi bahwa sultan Tidore tidak perlu dihiraukan di dalam hal Papua Barat.
Menurut
laporan dari kapten Thomas Forrest (1775) dan dari Gubernur Ternate (1778)
terbukti bahwa kekuasaan sultan Tidore di Papua Barat betul-betul tidak
kelihatan.
Pada tanggal
27 Oktober 1814 dibuat sebuah kontrak antara sultan Ternate dan Tidore yang
disaksikan oleh residen Inggris, bahwa seluruh kepulauan Papua Barat dan
distrik-distrik Mansary, Karandefur, Ambarpura dan Umbarpon pada pesisir Papua
Barat (daerah sekitar Kepala Burung) akan dipertimbangkan kemudian sebagai
milik sah sultan Tidore.
Kontrak ini
dibuat di luar ketahuan dan keinginan rakyat Papua Barat. Berbagai penulis
melaporkan, bahwa yang diklaim oleh sultan Tidore dengan nama Papua adalah
pulau Misol. Bukan daratan Papua seluruhnya.
Ketika
sultan Tidore mengadakan perjalanan keliling ke Papua Barat pada bulan Maret
1949, rakyat Papua Barat tidak menunjukkan keinginan mereka untuk menjadi
bagian dari kesultanan Tidore. Adanya raja-raja di Papua Barat bagian barat,
sama sekali tidak dapat dibuktikan dengan teori yang benar.
Lahirnya sebutan
‘Raja Ampat’ berasal dari mitos. Raja Ampat berasal dari telur burung Maleo
(ayam hutan). Dari telur-telur itu lahirlah anak-anak manusia yang kemudian
menjadi raja.
Mitos ini
memberikan bukti, bahwa tidak pernah terdapat raja-raja di kepulauan Raja Ampat
menurut kenyataan yang sebenarnya. Rakyat Papua Barat pernah mengenal seorang
pemimpin armada laut asal Biak: Kurabesi, yang menurut F.C. Kamma, pernah
mengadakan penjelajahan sampai ke ujung barat Papua Barat. Kurabesi kemudian
kawin dengan putri sultan Tidore. Adanya armada Kurabesi dapat memberikan
kesangsian terhadap kehadiran kekuasaan asing di Papua Barat.
Pada tahun
1848 dilakukan suatu kontrak rahasia antara Pemerintah Hindia Belanda
(Indonesia jaman Belanda) dengan Sultan Tidore di mana pesisir barat-laut dan
barat-daya Papua Barat merupakan daerah teritorial kesultanan Tidore. Hal ini
dilakukan dengan harapan untuk mencegah digunakannya Papua Barat sebagai
papan-loncat penetrasi Inggris ke kepulauan Maluku. Di dalam hal ini Tidore
sesungguhnya hanya merupakan vassal proportion (hubungan antara seorang yang
menduduki tanah dengan janji memberikan pelayanan militer kepada tuan tanah)
terhadap kedaulatan kekuasaan
Belanda,
tulis C.S.I.J. Lagerberg. Sultan Tidore diberikan mandat oleh Pemerintah Hindia
Belanda tahun 1861 untuk mengurus perjalanan hongi (hongi-tochten, di dalam
bahasa Belanda). Ketika itu banyak pelaut asal Biak yang berhongi (berlayar)
sampai ke Tidore. Menurut C.S.I.J. Lagerberg hongi asal Biak merupakan
pembajakan laut, tapi menurut bekas-bekas pelaut Biak, hongi ketika itu
merupakan usaha menghalau penjelajah asing. Pengejaran terhadap penjelajah
asing itu dilakukan hingga ke Tidore. Untuk menghadapi para penghalau dari
Biak, sultan Tidore diberi mandat oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Jadi, justru yang terjadi ketika itu bukan suatu kekuasaan pemerintahan atas
teritorial Papua Barat. Setelah pada tahun 1880-an Jerman dan Inggris secara
nyata menjajah Papua New Guinea, maka Belanda juga secara nyata memulai
penjajahannya di Papua Barat pada tahun 1898 dengan membentuk dua bagian
tertentu di dalam pemerintahan otonomi (zelfbestuursgebied) Tidore, yaitu
bagian utara dengan ibukota Manokwari dan bagian selatan dengan ibukota Fakfak.
Jadi, ketika itu daerah pemerintahan Manokwari dan Fakfak berada di bawah
keresidenan Tidore.
Mengenai
manipulasi sejarah berdasarkan kekuasaan Tidore atas wilayah Papua Barat ini,
Dr. George Junus Aditjondro menyatakan bahwa:
Kita
mempertahankan Papua Barat karena Papua Barat adalah bagian dari Hindia Belanda.
Itu atas dasar apa? Hanya karena kesultanan Tidore mengklaim bahwa dia menjajah
Papua Barat sampai teluk Yotefa mungkin? Maka kemudian, ketika Tidore
ditaklukan oleh Belanda, Belanda belum merasa otomatis mendapatkan hak atas
penjajahan Tidore? Belanda mundur, Indonesia punya hak atas semua eks-jajahan
Tidore? Itu kan suatu mitos. Sejak kapan berbagai daerah di Papua barat takluk
kepada Tidore?… Saya kira tidak. Yang ada adalah hubungan vertikal antara
Tidore dan Papua Barat, tidak ada kekuasaan Tidore untuk menaklukan Papua
Barat. Atas dasar itu, klaim bahwa Indonesia berhak atas seluruh Hindia Belanda
dulu, merupakan imajinasi.”
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa Soekarno telah terbukti memanipulasikan sejarah
untuk mencaplok Papua Barat. Karena wilayah Papua Barat tidak masuk dalam
kekuasaan Tidore.
Klaim atas kekuasaan Hindia Belanda
Secara
historis penjajahan, Papua Barat sesungguhnya bukan bagian dari Wilayah
Republik Indonesia, karena Papua Barat bukan bagian dari Hindia Belanda. Pada tanggal
24 agustus 1828 di Lobo, Teluk Triton Kaimana (pantai selatan Papua Barat)
diproklamasikan penguasaan Papua Barat oleh Sri Baginda Raja Nederland.
Sedangkan di Bogor, 19 Februari 1936 dalam Lembaran Negara Hindia Belanda
disepakati tentang pembagian daerah teritorial Hindia Belanda, yaitu sabang
sampai Amboina tidak termasuk Papua Barat (Nederland Neiw Guinea).
Juga perlu
diingat bahwa walaupun Papua Barat dan Indonesia sama-sama merupakan jajahan
Belanda, namun administrasi pemerintahan Papua Barat diurus secara terpisah.
Indonesia dijajah oleh Belanda yang kekuasaan kolonialnya dikendalikan
dari Batavia (sekarang Jakarta), kekuasaan Batavia inilah yang telah
menjalankan penjajahan Belanda atas Indonesia, yaitu mulai dari Sabang sampai
Amboina (Hindia Belanda). Kekuasaan Belanda di Papua Barat dikendalikan dari
Hollandia (sekarang Port Numbay), dengan batas kekuasaan mulai dari Kepulauan
Raja Ampat sampai Merauke (Nederland Nieuw Guinea).
Selain itu
saat tertanam dan tercabutnya kaki penjajahan Belanda di Papua
Barat tidak
bertepatan waktu dengan yang terjadi di Indonesia. Kurun waktunya
berbeda, di mana Indonesia dijajah selama tiga setengah abad sedangkan Papua
Barat hanya 64 tahun (1898-1962). Tanggal 24 Agustus 1828, ratu Belanda
mengeluarkan pernyataan unilateral bahwa Papua Barat merupakan daerah kekuasaan
Belanda. Secara politik praktis, Belanda memulai penjajahannya pada tahun 1898
dengan menanamkan pos pemerintahan pertama di Manokwari (untuk daerah barat
Papua Barat) dan di Fakfak (untuk daerah selatan Papua Barat. Tahun 1902, pos
pemerintahan lainnya dibuka di Merauke di mana daerah tersebut terlepas dari
lingkungan teritorial Fakfak. Tanggal 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan Papua
Barat ke dalam PBB.
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa Soekarno telah terbukti memanipulasikan sejarah
untuk mencaplok Papua Barat. Karena wilayah Papua Barat tidak masuk dalam
kekuasaan Hindia Belanda.
Menghalau Pengaruh Imperialisme Barat di Asia Tenggara.
Soekarno
mengancam akan memohon dukungan dari pemerintah bekas Uni Sovyet untuk
menganeksasi Papua Barat jika pemerintah Belanda tidak bersedia menyerahkan
Papua Barat ke tangan Republik Indonesia. Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada
waktu itu sangat takut akan jatuhnya negara Indonesia ke dalam Blok komunis.
Soekarno dikenal oleh dunia barat sebagai seorang Presiden yang sangat anti
imperialisme barat dan pro Blok Timur. Pemerintah Amerika Serikat ingin
mencegah kemungkinan terjadinya perang fisik antara Belanda dan Indonesia.
Maka Amerika Serikat memaksa pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua Barat
ke tangan Republik Indonesia. Di samping menekan pemerintah Belanda, pemerintah
AS berusaha mendekati presiden Soekarno. Soekarno diundang untuk berkunjung ke
Washington (Amerika Serikat) pada tahun 1961. Tahun 1962 utusan pribadi
Presiden John Kennedy yaitu Jaksa Agung Robert Kennedy mengadakan kunjungan
balasan ke Indonesia untuk membuktikan keinginan Amerika Serikat tentang
dukungan kepada Soekarno di dalam usaha menganeksasi Papua Barat.
Untuk mengelabui mata dunia, maka proses pengambil-alihan kekuasaan di Papua
Barat dilakukan melalui jalur hukum internasional secara sah dengan
dimasukkannya masalah Papua Barat ke dalam agenda Majelis Umum PBB pada tahun
1962. Dari dalam Majelis Umum PBB dibuatlah Perjanjian New York 15 Agustus 1962
yang mengandung “Act of Free Choice” (Pernyataan Bebas Memilih). Act of Free
Choice kemudian diterjemahkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai PEPERA
(Pernyataan Pendapat Rakyat) yang dilaksanakan pada tahun 1969.
1.
Proses Ilegal Pentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969
Penandatanganan
New York Agreement (Perjanjian New York) antara Indonesia dan Belanda
yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, U Thant
dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada tanggal 15
Agustus 1962. Beberapa hal pokok dalam perjanjian serta penyimpangannya
(kejanggalan) adalah sebagai berikut:
1. New York Agreement (Perjanjin New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak
sah, baik secara yuridis maupun moral. Perjanjanjian New York itu membicarakan
status tanah dan nasib bangsa Papua Barat, namun di dalam prosesnya tidak
pernah melibatkan wakil-wakil resmi bangsa Papua Barat.
1. Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan Unites Nations
Temporrary Executive Administratins (UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di
Papua Barat menyerakan kekuasaanya kepada Indonesia, selanjutnya pemerintah
Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh
tanah Papua, akibatnya hak-hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara
brutal di luar batas-batas kemanusiaan.
2. Pasal XVIII ayat (d) New York Agreement mengatur bahwa
“The eligibility of all adults, male and female, not foreign nationals to
participate in the act of self determination to be carried out in accordance
whit international practice…”. Aturan ini berarti penentuan nasib sendiri harus
dilakukan oleh setiap orang dewasa Papua pria dan wanita yang merupakan
penduduk Papua pada saat penandatanganan New York Agreement. Namun hal ini
tidak dilaksanakan. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilaksanakan
dengan cara lokal Indonesia, yaitu musyawarah oleh 1025 orang dari total
600.000 orang dewasa laki-laki dan perempuan. Sedangkan dari 1025 orang yang
dipilih untuk memilih, hanya 175 orang saja yang menyampaikan atau membaca teks
yang telah disiapkan oleh pemerintah Indonesia. Selain itu masyarakat Papua
Barat yang ada di luar negeri, yang pada saat penandatangan New York Agreement
tidak diberi kesempatan untuk terlibat dalam penentuan nasib sendiri itu.
3. Teror, intimidasi dan pembunuhan dilakukan oleh
militer sebelum dan sesaat PEPERA 1969 untuk memenangkan PEPERA 1969 secara
sepihak oleh pemerintah dan militer Indonesia. Buktinya adalah Surat Rahasia
Komandan Korem 172, Kolonel Blego Soemarto, No.: r-24/1969, yang ditujukan
kepada Bupati Merauke selaku anggota Muspida kabupaten Merauke, isi surat
tersebut:
“Apabila pada masa poling tersebut diperlukan adanya penggantian anggota Demus
(dewan musyawarah), penggantiannya dilakukan jauh sebelum MUSAYAWARAH PEPERA.
Apabila alasan-alasan secara wajar untuk penggantian itu tidak diperoleh,
sedang dilain pihak dianggap mutlak bahwa anggota itu perlu diganti karena akan
membahayakan kemenangan PEPERA, harus berani mengambil cara yang ‘tidak wajar’
untuk menyingkirkan anggota yang bersangkutan dari persidangan PEPERA sebelum
dimulainya sidang DEMUS PEPERA. …Sebagai kesimpulan dari surat saya ini adalah
bahwa PEPERA secara mutlak harus kita menangkan, baik secara wajar atau secara
‘tidak’ wajar.”
Mengingat
bahwa wilayah kerja komandan Korem 172 termasuk pula kabupaten-kabupaten lain
di luar kabupaten Merauke, maka patut diduga keras surat rahasia yang isinya
kurang lebih sama juga dikirimkan ke bupati-bupati yang lain.
Pada tahun
1967 Freeport-McMoRan (sebuah perusahaan Amerika Serikat) menandatangani
Kontrak Kerja dengan pemerintah Indonesia untuk membuka pertambangan tembaga
dan emas di Pegunungan Bintang, Papua Barat. Freeport memulai operasinya pada
tahun 1971. Kontrak Kerja kedua ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991.
Kepentingan Amerika Serikat di Papua Barat, yang ditandai dengan adanya
penandatanganan Kontrak Kerja antara Freeport dengan pemerintah Republik
Indonesia, menjadi realitas. Ini terjadi dua tahun sebelum PEPERA 1969
dilaksanakan di Papua Barat. Di sini terjadi kejanggalan yuridis, karena Papua
Barat dari tahun 1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa.
Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969 tidak sah karena dilaksanakan dengan
sistem “musyawarah” (sistem local Indonesia) yang bertentangan dengan isi dan
jiwa New York Agreement, di samping itu PEPERA 1969 dimenangkan oleh Indonesia
lewat terror, intimidasi, penangkapan, dan pembunuhan (pelanggaran hukum, HAM
dan esensi demokrasi). Kemenangan PEPERA secara cacat hukum dan moral ini
akhirnya disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Resolusi Nomor 2509 dan
diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 7 tahun
1971.
Berikut ini adalah jadwal pelaksanaan PEPERA, Jumlah wakil/utusan berdasarkan
unsur, dan jumlah wakil/utusan yang memberikan pendapat.
Jadwal
Pelaksanaan Pepera
14 Juli 1969
Merauke Anggota DEMUS 175 jumlah penduduk 144.171 pada 16 Juli 1969
Jayawijaya 175 penduduk 165.000 pad 19 Juli 1969 Paniai demus 175
Penduduk 156.000, pada 23 Juli 1969 Fakfak demus 75 penduduk 43.187
pada 26 Juli 1969 Sorong demus 110 penduduk 75.474 pada 29 Juli 1969 Manokwari
demus 75 penduduk 89.875 pada 31 Juli 1969 Teluk Cenderawasih demus 130
penduduk 83.000 pada 02 Agustus 1969 Jayapura demus 110 penduduk 81.246 J
u m l a h anggota demus 1.025 Jumlah penduduk 809.337 jiwa
Jumlah Wakil/Utusan Berdasarkan Unsur
No Unsur Jumlah Wakil/Utusan
1 Kepala
Suku/Adat 400 orang
2 Daerah
(Gereja/Alim Ulama) 360 orang
3
Orpol/Ormas 265 orang
J u m l a h
1.025 orang
Jumlah Wakil/Utusan yang Memberikan Pendapat
No Kabupaten Memberikan Pendapat Jumlah Utusan Sakit
No
|
Jumlah Pemilih Nama Kota yang Dipilih Secara Paksa
|
Jumlah Perwakilan Yang Dipilih NKRI Pada Pepera
secara Paksa
|
1
|
Merauke
|
175
|
2
|
Jayawijaya
|
175
|
3
|
Paniai
|
175
|
4
|
Fakfak
|
75
|
5
|
Sorong
|
110
|
6
|
Manokwari
|
75
|
7
|
Teluk Cenderawasih
|
130
|
8
|
Jayapura
|
110
|
J u m l a h
|
1.025
|
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka bangsa Papua mengetahui
pasti bahwa Hak mereka telah dilanggar. Dengan demikian, maka bangsa Papua di
bagian Barat Pulau New Guinea telah dan sedang berjuang dengan gigi, untuk
memperoleh Hak dasarnya yaitu, Hak Menentukan Nasib Sendiri (Self-Determination).(*)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !