Logo KNPB dan Bendera KNPB Serta Logo ULMWP |
Jayapura-Suarapasema.blogspot.com- Viktor Yeimo Merupakan Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Tim Kerja United Liberation Movement For West Papua (ULMWP) yang Kami terima dari Akun Facebooknya pada 14 September 2015 pukul 9:49 di dari Papua.
Isi Pesannya Bahwa "Sebagai angggota PBB
kami mengakui kedaulatan Indonesia atas West Papua, tetapi PBB juga mengakui
hak mereka (West Papua) untuk penentuan nasib
sendiri dan pelanggaran Hak Asasi Manusia". Kata Perdana Menteri Menasseh
Sogavare, saat menanggapi reaksi Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia yang
menolak intervensi Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum/PIF) terhadap
persoalan West Papua (sumber: http://www.pmc.aut.ac.nz).
Menanggapi Indonesia yang
tidak ingin masalah HAM dibicarakan oleh PIF, Sogavare juga menyatakan:
"Jika suatu negara anggota PBB melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap
rakyatnya, itu bukan lagi urusan domestik negara itu, tetapi itu menjadi isu
yang harus dibicarakan oleh PBB."
Pernyataan Menasseh
Sogavare, yang juga ketua Melanesian Spearhead Group (MSG) merupakan jawaban
bagi rakyat West Papua dan penguasa kolonial Indonesia atas 'polemik' hasil
pertemuan PIF. Pernyataan seorang pemimpin Melanesia yang berhasil membawa
masuk West Papua menjadi observer di MSG ini patut menjadi dasar penilaian kita
dalam menyikapi hasil PIF.
Pertama, dasar pengakuan
dan penghargaan PIF terhadap kedaulatan Indonesia atas Provinsi Papua (bukan
bangsa Papua) merupakan bagian dari menjaga etika dan asas kemerdekaan,
kedaulatan dan kesamaan derajat negara-negara agar hidup berdampingan secara
damai.
Pengakuan itu tidak berarti
menghilangkan komitmen negara-negara Melanesia dan Pasifik untuk menghargai dan
memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri sesuai piagam dan konvenan PBB, yang
juga merupakan dasar keputusan komunike MSG di Noumea, 2013. Sesuai dengan itu
pula, Menasseh Sogavareh dalam akhir tahun ini, atau awal tahun depan akan
mengadakan pertemuan untuk membawa persoalan West Papua ke Komite 24 PBB
(komite dekolonisasi PBB).
Kedua, keputusan pemimpin PIF
untuk mengirim Tim Pencari Fakta ke West Papua bukanlah merupakan bentuk
intervensi asing sebagaimana yang sedang disikapi oleh penguasa kolonial
Indonesia. Tetapi, itu merupakan kewajiban bagi negara-negara anggota PBB,
termasuk PIF yang merupakan organisasi regional PBB sesuai dengan konvenan PBB.
Bahwa penguasa kolonial
Indonesia melalui hukum Indonesia maupun Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) tidak
berhasil memproteksi dan mengadili hampir semua kasus pelanggaran HAM yang
terjadi di wilayah West Papua yang diklaimnya sebagai bagian dari teritori
Indonesia. Sudah seharusnya PBB dan organisasinya mengirim tim pencari fakta,
sebab berbagai pertemuan dan hasil Komisi HAM PBB membuktikan temuan
pelanggaran HAM yang terus terjadi di West Papua.
Ketiga, Para Pemimpin PIF
dalam dua poin komunike itu juga menyepakati bahwa akan menyelesaian akar dari
persoalan West Papua secara damai. Perdana Menteri PNG, Peter O'neill selaku
Ketua PIF yang diberi tanggung jawab untuk berkonsultasi dengan Jakarta
mengatakan itu merupakan langkah awal untuk melakukan banyak hal kedepan
bersama Indonesia.
Peter O'neil sejak awal
berhati-hati dan sangat diplomatis dalam menyikapi isu West Papua sebab,
menurut saya, ia ingin Papua harus diselesaikan tanpa mengganggu stabilitas
wilayah Pasifik. Ia mempertimbangkan watak brutalisme dari penguasa kolonial
Indonesia yang selalu mengedepankan cara-cara militeristik dalam penyelesaian
persoalan West Papua.
Keempat, Perjuangan bangsa
Papua untuk menentukan nasibnya sendiri sudah menjadi perjuangan rakyat
Melanesia dan Pasifik. Apapun keputusan dan kepentingan para politisi Melanesia
dan Pasifik hal tersebut tidak akan menghilangkan dukungan dan desakan kuat
dari rakyat Melanesia dan pasifik yang terus menguat dan bergelora.
Dengan deimikian, rakyat
West Papua harus menyikapinya sebagai bagian dari kemajuan perjuangan yang
terus terjadi di luar negeri atas persatuan perjuangan bangsa Papua. Kita mesti
menilai ini sebagai perang diplomasi pasifik yang sedang diperjuangkan
melintasi kekuatan diplomasi kolonial Indonesia yang penuh dengan rekayasa dan
penyuapan. Jelas Viktor. (Suara Pasema).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !