Veronica Koman didampingi Amnesty Internasional Australia ketemu Parlemen Autralia pada tanggal 15-16 Oktober 2019, di Australia. |
Vanimo, SP – Veronica Koman
didampingi Amnesty Internasional Australia ketemu Parlemen Autralia pada
tanggal 15-16 Oktober 2019, di Australia.
Veronica, Sejak kejadian di Surabaya
hingga sekarang ini aktif menyampaikan situasi Hak Asasi Manuia (HAM) yang
terjadi terhadap rakyat West Papua kepada Dunia Internasional.
Veronica Koman (lahir di Medan, 14
Juni 1988; umur 31 tahun)[1] adalah seorang pengacara dan pegiat hak asasi
manusia (HAM) asal Indonesia yang dikenal advokasi untuk isu-isu pelanggaran
HAM di Papua.
Beberapa waktu lalu akif di media
sosial hingga media asing sampaikan kejadian rasisme yang dialami Mahasiswa
Papua di Subaraya, ia terus disuarakan di Media Sosial, Media Luar Negeri sehingga
Polda Jawa Barat ditetapkan Veronica sebagai tersangkah atas Klaim Polda Jawa
Barat bahwa myebarkan Informasi hoaks atau provokasi.
Namun, Veronica tidak gentar tapi terus
sampaikan situasi pelanggaran HAM Papua melalui media internasional atas
ketulusannya dan sebagai pengara.
Ia juga beberapa waktu lalu ketemu
Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet, ketika berkunjung ke Australia.
Veronica sampaikan situasi Ham di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang
mana masih terjadi darurat Militer, Pelanggaran ham dan kebebasan berekpresi
dibatasi.
Veronika baru saja ketumu Parlemen
Australia di Tanah Ngunnawal (Canberra), 15-16 Oktober 2019.
“Dengan didampingi oleh Amnesty
International Australia, saya menyampaikan perkembangan tentang situasi HAM
West Papua terkini di parlemen Australia. Kami meminta kepada pemerintahan
federal Australia untuk berbuat lebih dalam membantu menghentikan pertumpahan
darah di West Papua,” kata Veronica di status FB.
Veronika Koman mengatakan, Kami
bertemu dan memberikan laporan kepada Sub-Komite HAM parlemen, juga kepada para
senator dan anggota parlemen dari partai Buruh, Liberal, Nasional, dan Hijau.
Mereka mencakup pemerintahan yang sedang berkuasa saat ini dan juga Pemerintahan
oposisi.
“Mereka semua antusias dan banyak
bertanya dalam tanggapannya karena ternyata mereka memang mendengar adanya
kisruh namun belum tahu secara detail” tutur koman.
Siapa
Veronica Koman?
Veronica Koman (lahir di Medan, 14
Juni 1988; umur 31 tahun) adalah seorang pengacara dan pegiat hak asasi manusia
(HAM) asal Indonesia yang dikenal akan advokasinya untuk isu-isu pelanggaran
HAM di Papua.
Kiprah
Pada 2014, ia bergabung dengan
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan aktif menangani perkara-perkara
kelompok minoritas. Ia terlibat dalam upaya untuk membatalkan hukum jinayat di
Aceh karena dianggap bertentangan dengan konstitusi, dan ia juga menyatakan
penolakannya terhadap uji keperawanan bagi calon polisi wanita. Pada
pertengahan 2015, ia mendampingi 7 santriwati dalam perkara kekerasan seksual
yang dilakukan oleh seorang ustad di sebuah pondok pesantren. Pada awal 2016,
ia juga menjadi kuasa hukum sepasang lansia yang dikatakan menjadi korban
perbudakan modern. Pada 2017, setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama divonis bersalah dalam perkara penistaan agama, Veronica berorasi
menolak vonis tersebut di Rutan Kelas I Cipinang.
Veronica memulai advokasinya untuk
hak asasi manusia orang Papua sejak 2014 setelah terjadinya kasus penembakan di
Paniai pada 8 Desember 2014. Ia mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo
yang dianggap lamban dalam menyelesaikan perkara tersebut. Veronica juga
tercatat pernah menjadi pendamping hukum beberapa mahasiswa asal Papua.[2]
Veronica belakangan dikenal akan pandangannya yang mendukung pengadaan
referendum hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi penyelesaian masalah HAM
di Papua.[4]
Setelah terjadinya kerusuhan di
Papua yang dipicu oleh insiden rasis di Surabaya, pada 4 September 2019,
Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka karena ia dituduh telah melakukan
penghasutan. Menurut polisi, penetapan status tersangka ini terkait dengan
cuitan Veronica di Twitter pada 18 Agustus 2019.(*) SP
Saudaraku veronuca, menjadi penyelamat dari kepunahan rasis melanesia west papua. Tuhan selalu menyertaimu.
ReplyDelete